Penjelasan tentang Retensio Plasenta Ibu-Ibu.
Mari terus belajar untuk memperoleh pengetahuan yang jelas selama kehamilan
ini. Karena ridak semua Ibu hamil adalah lulusan kesehatan. Karena itulah ada
artikel seperti blog ini yang menyediakan informasi seputar Kehamilan. Melahirkan secara normal dan keadaan ibu dan bayi
sehat-sehat adalah impian semua pasangan di dunia ini. Karena itu diperlukan
kehati-hatian untuk setiap kehamilan. Jangan malas membaca artikel-artikel yang
berkaitan dengan penjelasan-penjelasan kehamilan seperti artikel di blog ini http://ibuhamil777.blogspot.com. Proses melahirkan belum selesai setelah bayi lahir, masih
ada tahap penting persalinan untuk mengeluarkan plasenta. Seperti dua tahap
persalinan dan kelahiran bayi, tahap ketiga bisa berlangsung cepat atau lambat.
Pada banyak wanita, sedikit intervensi dibutuhkan. Kontak
kulit dan pelekatan bayi bisa membantu aliran hormon oksitosin, yang mendorong
pelepasan plasenta secara alami. Beberapa wanita menjalani tahap ketiga persalinan yang
melibatkan penggunaan suntikan oksitosin sintetis untuk menginduksi kontraksi
rahim untuk membantu mengeluarkan plasenta. Di kasus yang jarang, pada sekitar 0,5 sampai 1 persen
kelahiran, terjadi retensio plasenta.
Berikut ini beberapa fakta tentang
retensio plasenta yang perlu Anda ketahui:
Apa yang dimaksud Retensio Plasenta?
Retensio plasenta terjadi ketika plasenta tidak keluar
dalam waktu satu jam kelahiran normal bayi. Retensio plasenta bisa juga terjadi
ketika hanya sebagian plasenta tidak keluar, atau sebagian tidak terangkat
selama operasi caesar.
Kondisi ini terlihat ketika dokter memeriksa plasenta dan
menemukan plasenta mengalami sobekan atau tidak utuh. Pada kasus yang jarang,
retensio plasenta bisa tidak diketahui hingga gejalanya muncul.
Tahapan dalam Persalinan
Persalinan terdiri dari 3 tahap:
- Tahap pertama persalinan dimulai dengan kontraksi yang mengindikasikan rahim bersiap untuk melahirkan bayi.
- Setelah wanita melahirkan, tahap kedua persalinan selesai.
- Tahap terakhir persalinan terjadi ketika plasenta keluar dari rahim wanita. Tahap ini biasanya terjadi dalam 30 menit setelah kelahiran bayi.
Tapi bila wanita tidak mengeluarkan plasenta setelah 30
menit kelahiran, ini dianggap retensio plasenta karena tubuh wanita tidak
mengeluarkannya. Bila retensio plasenta tidak ditangani, ibu bisa mengalami
infeksi dan pendarahan berat yang bisa mengancam keselamatannya.
Bila kehamilan telah melewati persalinan dan tahap
kelahiran yang normal, Anda bisa pilih bagaimana melewati tahap persalinan
terakhir. Proses ini biasanya jadi bagian dalam pembahasan rencana persalinan. Biasanya ada dua pendekatan yang digunakan untuk
menangani plasenta, baik secara alami maupun dengan bantuan. Pendekatan secara alami membiarkan tubuh wanita secara
alami mengeluarkan plasenta sendiri. Tenaga medis membantu pendekatan dengan
bantuan dan biasanya terjadi ketika suntikan diberikan ke paha ketika bayi
lahir untuk menyebabkan wanita mengeluarkan plasenta.
Syntometrine, ergometrine, dan oxytocin adalah obat yang
bisa menyebabkan tubuh wanita berkontraksi dan mendorong plasenta. Bila wanita
pernah mengalami komplikasi seperti tekanan darah tinggi atau preeklampsia
selama kehamilan, makan Syntocinon akan diberikan. Manfaat memilih tahap akhir
persalinan dengan bantuan adalah penurunan pendarahan setelah bayi lahir.
Penyebab Retensio Plasenta
Ada 3 penyebab utama retensio plasenta:
- Ketika rahim berhenti berkontraksi, atau tidak cukup berkontraksi untuk membuat plasenta terlepas dari dinding rahim. Kondisi ini disebut uterine atony.
- Ketika semua atau sebagian plasenta terjebak di dinding rahim. Ini disebut adherent placenta. Pada kasus yang jarang, ini terjadi karena bagian plasenta terlalu dalam menempel ke rahim. Kondisi ini disebut plasenta akreta dan lebih mungkin terjadi bila plasenta menempel pada luka di operasi caesar sebelumnya. Bila plasenta tumbuh melewati dinding rahim disebut placenta percreta.
- Ketika plasenta terjebak di belakang serviks yang hampir menutup.
Jenis-jenis Retensio Plasenta
Retensio plasenta bisa dibagi menjadi 3 klasifikasi:
1. Placenta
Adherens
Placenta
Adherens terjadi ketika kontraksi rahim tidak cukup untuk sepenuhnya
mengeluarkan plasenta. Ini menyebabkan plasenta tetap menempel pada dinding
rahim. Placenta Adherens merupakan jenis retensio plasenta yang paling umum.
2. Trapped Placenta
Ketika plasenta
berhasil terlepas dari dinding rahim tapi gagal keluar dari tubuh wanita,
kondisi ini disebut trapped placenta. Ini biasanya terjadi akibat serviks
menutup sebelum plasenta keluar, sehingga plasenta tertingal di dalam rahim.
3. Plasenta akreta
Ketika plasenta
menempel pada dinding otot rahim bukan pada lapisan dinding rahim, kelahiran
jadi lebih sulit dan sering menyebabkan pendarahan berat. Transfusi darah
bahkan hysterectomy bisa dibutuhkan. Komplikasi ini disebut plasenta akreta.
Faktor risiko Retensio Plasenta
Tidak selalu diketahui penyebab tiap kasus retensio
plasenta. Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko retensio plasenta.
Antara lain:
- Sebagian plasenta tertanam di luka rahim
- Kelahiran prematur
- Induksi persalinan
- Plasenta abnormal
- Menjalani lebih dari 5 kelahiran sebelumnya.
Gejala Retensio Plasenta
Kasus retensio plasenta penuh mudah didiagnosa. Ketika
mendekati satu jam setelah melahirkan dan plasenta tidak terlihat, Anda
didiagnosa retensio plasenta. Pada kasus potongan plasenta yang tertinggal,
akan butuh waktu untuk terdeteksi. Beberapa tanda retensio plasenta antara
lain:
- Pendarahan pasca persalinan setelah plasenta keluar
- Bau tak sedap dari kotoran vagina
- Demam
- Kram dan kontraksi terasa sakit
- Pemeriksaan plasenta menunjukkan sobekan atau bagian yang hilang
- Produksi ASI tertunda.
Pelepasan plasenta mestimulasi perubahan hormonal yang
menjadi signal untuk tubuh agar memproduksi ASI. Bila plasenta tertinggal di
rahim, signal ini terganggu dan ASI ibu tidak keluar seperti yang seharusnya.
Setelah Anda menunjukkan tanda plasenta tertinggal, Anda kemungkinan akan
dibawa ke ruang USG dan dokter bisa memastikan berapa besar dan di mana lokasi
plasenta di rahim.
Penangan standar berupa D&C (dilation and curettage).
Operasi ini biasanya dilakukan di bawah anestesi umum, tapi Anda bisa pulang di
hari yang sama. Setelah Anda tertidur, dokter akan menempatkan kaki Anda di
posisi naik dan menggunakan alat khusus untuk perlahan membuka serviks. Setelah
itu, alat bedah yang disebut curette dimasukkan dan digunakan untuk mengangkat
bagian plasenta. Curette yang digunakan bisa untuk memotong bagian plasenta
atau menghisapnya keluar.
Setelah prosedur ini Anda akan dimonitor selama satu atau
dua jam, dan lalu bisa pulang. Prosedur ini tidak terasa sakit, dan kebanyakan
wanita merasa baik-baik saja setelahnya. Anda akan diminta untuk berhati-hati
bergerak selama satu atau dua minggu.
Ketika plasenta keluar, dokter akan dengan seksama
memeriksanya untuk memastikan bagian plasenta utuh. Bila plasenta terlihat
tidak lengkap, dokter atau bidan akan melakukan USG untuk memastikan tidak ada
bagian plasenta yang tertinggal. Tapi kadang masih ada bagian plasenta yang
tertinggal setelah pemeriksaan rinci terhadap plasenta yang sepertinya
menunjukkan semua normal dan ibu baru bisa pulang dari rumah sakit, ini dikenal
dengan istilah retained products of conception (rpoc).
Bila Anda mengeluarkan darah beku setelah melahirkan,
hubungi dokter atau bidan dan beri tahu apa yang terjadi. Kemungkinan mereka
perlu memeriksa Anda untuk memastikan tidak terjadi lagi rpoc. Tidak semua
wanita yang mengalami bagian kecil plasenta tertinggal akan mengeluarkannya
secara alami. Bila Anda mengalami gejala rpoc, Anda perlu segera ke dokter.
Penanganan Retensio Plasenta
Bila Anda mengalami tahap ketiga persalinan secara alami,
dan melewati waktu satu jam tanpa mengeluarkan plasenta, dokter kemungkinan
akan memberi injeksi oksitosin sintetis, untuk mendorong rahim berkontraksi.
Kontraksi membantu mengeluarkan plasenta. Dokter bisa
mencoba perlahan menarik dan mengangkat plasenta bila terlihat telah terlepas
dari dinding rahim tapi belum keluar. Bila oksitosin sintetis tidak berhasil,
atau bila ada kecemasan pendarahan pasca persalinan, dokter bisa mencoba obat
lain.
Tapi sering kali dokter memilih pengangkatan manual atau
D&C (Dilation & Curettage). Ini dilakukan dengan anestesi lokal atau
umum. Bila ada risiko infeksi, penanganan Anda mencakup prosedur untuk
mengangkat bagian plasenta yang tertinggal, serta pemberian obat antibiotik.
Beberapa dokter menjalankan prosedur pengangkatan retensio plasenta dan akan memulangkan Anda
dengan antibiotik untuk mencegah atau mengangani tanda infeksi.
Mencegah Retensio Plasenta
Kelahiran tidak bisa diprediksi, jadi bisa sulit
menurunkan risiko komplikasi yang jarang terjadi. Bila Anda pernah mengalami
retensio plasenta di kelahiran sebelumnya, Anda akan punya risiko lebih tinggi
mengalaminya kembali, jadi dokter menangani Anda lebih seksama selama
persalinan tahap ketiga.
Bila kelahiran berisiko rendah, intervensi dengan
pengobatan juga lebih rendah, dan semakin rendah risiko komplikasi. Kontak
kulit ibu dan bayi tanpa diganggu, bisa menurunkan risiko retensio plasenta.
Menghindari induksi dengan oksitosin sintetis juga bisa
menurunkan risiko retensio plasenta, serta mencegah operasi caesar dan luka
rahim selanjutnya. Terlalu banyak oksitosin sintetis bisa menyebabkan atonia
rahim, dimana rahim berhenti berkontraksi atau tidak berkontraksi secara
efektif.
Retensio plasenta sering mudah ditangani. Memilih dokter
yang Anda percaya bisa sangat penting ketika komplikasi muncul. Ketika Anda
percaya pada dokter atau bidan, Anda bisa merasa tenang mendapat bantuan dan
bisa mengatasi komplikasi yang tidak terduga.
Kadang pencegahannya hanya dengan bersabar. Beberapa
dokter bahkan menunggu hingga dua jam agar rahim menjepit secara alami dan
menghindari pengangkatan manual kecuali sangat dibutuhkan (bila pendarahan
berat terjadi, misalnya). Langkah lain yang diambil untuk mencegah retensio
plasenta berupa pijat rahim, pengobatan seperti oksitosin, dan penekanan yang
dikenal dengan controlled cord traction pada plasenta. Teknik sederhana ini
dilakukan selama satu jam setelah melahirkan.
Komplikasi Retensio Plasenta
Di waktu antara kelahiran bayi dan tahap dimana plasenta
keluar dari rahim ibu, pendarahan berlebih bisa terjadi, yang bisa memicu
kehilangan banyak darah, bahkan membuat ibu berisiko membutuhkan transfusi
darah dan penanganan darurat lainnya untuk menghentikan pendarahan. Dokter akan mencari tahu kenapa ibu mengalami pendarahan
berat dan segera menanganinya.
Pada kasus lain, bila retensio plasenta sangat kecil dan
tidak terjadi pendarahan abnormal, bisa memicu pendarahan yang berlangsung
lebih lama. Pendarahan berlebih dimulai sekitar 10 sampai 12 jam setelah
kelahiran atau kram dan rasa sakit abnormal 2 sampai 3 minggu setelah
melahirkan.
Selama 10 sampai 12 hari setelah melahirkan adalah waktu
dimana sisa plasenta terlepas, yang tidak terasa karena rahim sudah mengecil.
Tapi bila ada infeksi atau bagian kecil plasenta tertinggal, pendarahan baru
berupa darah segar bisa terjadi, menjadi berat dan membutuhkan penanganan
darurat.
Retensio Plasenta setelah operasi caesar
Bila terjadi retensio plasenta setelah operasi caesar,
kemungkinan ini menjadi plasenta akreta. Plasenta akreta merupakan bentuk
paling berbahaya dan bisa sulit diangkat selama pembedahan. Seberapa banyak
plasenta tumbuh di lapisan otot rahim akan menentukan apakah penanganannya
mudah tanpa perlu hysterectomy.
Tapi ingat, semua ini kecil kemungkinan terjadi pada Anda
selama persalinan dan kelahiran bayi. Dokter pasti tahu apa yang perlu
dilakukan untuk mengurangi risiko dan menbantu Anda menjadi ibu baru tanpa rasa
khawatir.
Plasenta menempel pada organ lain
Masalah plasenta yang paling parah adalah plasenta
percreta. Ini terjadi ketika plasenta tidak hanya menempel di dinding rahim,
tapi juga menempel pada organ sekitarnya.
Pada sekitar 5 persen kasus plasenta percreta, akar kecil
plasenta yang ada di rahim, menyebar pada dinding rahim dan ke struktur lain
seperti kandung kemih. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencegah hal ini,
tapi bila terdiagnosa pada masa kehamilan, dokter bisa membahas pilihan
pembedahan bersama Anda. Yang paling sering, cara satu-satunya mengatasi ini
adalah menjalani hysterectomy setelah kelahiran, tapi bila Anda masih ingin
punya anak lagi, ada alternatif yang tersedia.
Pada kasus yang jarang, retensio plasenta bisa sangat
dalam menempel pada rahim atau organ sekitarnya, sehingga pembedahan perlu
dilakukan untuk mengangkat plasenta. Ketika ini terjadi, pilihan satu-satunya
untuk menyelamatkan hidup ibu adalah hysterectomy.
Ini tidak umum terjadi, dan tak perlu khawatir akan
tiba-tiba terjadi pada Anda. Kemungkinan ibu mengalami retensio plasenta cukup
kecil. Di kasus ini, hanya bagian kecil plasenta tumbuh di luar dinding rahim,
dan sangat sedikit yang membutuhkan hysterectomy.
Di kondisi seperti
ini, Anda akan berhadapan dengan keputusan yang sulit antara memilih
hysterectomy atau tidak. Ini bukan pilihan yang mudah dan hanya
direkomendasikan bila dianggap sangat penting.
Bila Anda tidak masalah bila tidak memiliki anak lagi,
maka ini bisa jadi keputusan yang mudah. Jika tidak, akan terasa berat
mengetahui diri Anda tidak bisa hamil lagi. Bulatkan keputusan Anda. Perubahan
hormon setelah melahirkan dan merawat bayi baru lahir bisa membuat Anda lebih
berisiko mengalami depresi pasca persalinan.
Seberapa mungkin Retensio Plasenta terjadi?
Tingkat retensio plasenta dipelajari pada sebuah
penelitian yang melibatkan 146 wanita yang mengalami retensio plasenta
dibanding 300 wanita yang melahirkan
secara normal dan tidak mengalami komplikasi. Peneliti menentukan faktor
seperti usia ibu, durasi persalinan, riwayat medis, dan abnormalitas pada
antenatal lalu memilih wanita yang melahirkan di bawah kondisi serupa.
Penelitian menunjukkan faktor risiko paling signifikan
menderita retensio plasenta adalah mengalami retensio plasenta setelah kelahiran
sebelumnya. Ini diikuti oleh menjalani pembedahan rahim sebelumnya, termasuk
operasi caesar.
Setelah riwayat retensio plasenta, kelahiran prematur
jadi faktor risiko berikutnya, ini karena plasenta dirancang untuk berada di
tempatnya selama 40 minggu dan tidak terlepas sebelum waktu ini.
Risiko terakhir adalah usia ibu yang lebih dari 35 tahun,
plasenta yang beratnya kurang dari 1,3 pound, penggunaan pethadine saat
persalinan, dan induksi. Bila Anda memiliki sejumlah faktor risiko ini, dokter
akan mewaspadainya dan mengatasi kemungkinan retensio plasenta.
Demikianlah penjelasan tentang Retensio Plasenta Ibu-Ibu.
Mari terus belajar untuk memperoleh pengetahuan yang jelas selama kehamilan
ini. Karena ridak semua Ibu hamil adalah lulusan kesehatan. Karena itulah ada
artikel seperti blog ini yang menyediakan informasi seputar Kehamilan. Semoga artikel
ini bermanfaat ya ibu. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment